Akhwat Sejati

Arigatou udah mampir jangan lupa Comment ya Silaturahmi Bisa Fia Facebook :Fitria Khasanah

Stories

Proposal Cinta

Telah kuajukan proposal cinta kita. Malu-malu aku sembunyikan dulu identitasmu. Aku gunakan ilustrasi dan permainan narasi.
            Ahh, bahagianya! Akhirnya tanggap pula mereka maksudku. Kamu mau tahu jawaban mereka? Berikut petikannya,
            “Sing penting sholeh karo gemati, nduk... Ibu setuju.” terang ibuku
            Tak kalah si kakak nomor dua berkomentar,
            “Nikah itu seumur hidup dek, paling penting padukan visi, jujur dan saling terbuka! Aku nggak pengen nantinya nasibmu berakhir kaya aku, cerai.”
            Duh! Sempat menciut pula hati ini! Mana kita belum kenal.
            Lalu terdengar suara kecil dari dapur, kakak iparku berjalan mendekati kami dan turut ambil suara…
            “Dilihat dulu agamanya, sholatnya sudah  beres belum, hafalan Al-Qur’annya berapa. Jangan hanya memandang fisiknya saja.”
            Alamaak! Pekikku. Aku manggut-manggut sembari tersenyum meringis. Mana ada hafidz yang mau sama anak begajulan ini. Juz Amma saja nggak hafal-hafal. Matanya suka jelalatan. Ibuuk, anakmu nggak sebaik yang kamu bayangkan. Aku juga banyak cacatnya. Aku nggak pengen muluk-muluk kalau aku sendiri belum benar.
            Kakakku yang paling tahu cerita kita sejak awal berkata,
            “Lebih baik lupakan, kamu mau? punya pendamping yang bikin cewek-cewek berimajinasi nggak-nggak tentang dia. Statusnya, dia bukan milik kamu saja dek, bisa dibilang dia milik umum. Kecuali kalau dia sudah berganti. Kamu mau yang seperti apa? Atau biar masmu ini yang mencarikan? Dia punya banyak kenalan.” tangannya menunjuk suaminya.  “Cinta bisa dipupuk. Buktinya aku. Dulu aku sempet cinta mati sama laki-laki. Tapi setelah ikhlas dan nikah dengan orang lain, tiba-tiba memori tentang dia hilang.”
            Iya aku tahu. Itulah kenapa aku lebih milih lari pada materi-materi pelajaran daripada terjebak kasus cinta mati sama laki-laki. Waktu SMA sempat  ada temen yang nembak. Aku bilang saja nggak pengen pacaran dan langsung mau nikah. Hahaha! Dia sempet kaget juga. Lha wong masih umur belasan kok mikirin nikah. Tapi aku nggak peduli. Mau dibilang kolot kek, mau dibilang nggak asik, toh itu urusan dia. Namanya jatuh cinta itu wajar, tapi kalo minta lebih mending cari yang lain saja. Itu aku, sampai sekarang pun masih. Terserah mau komentar apa. Sudah tahu kan alasan kenapa suka menjauh? Suka agak dingin dan aneh. Aku nggak mau kita sama-sama rugi. Rugi waktu, rugi iman…
            Dan, perbincangan pun ditutup dengan kalimat yang agak menohok.
            “Kalau dia memang serius sama kamu  seharusya dia bertandang ke rumah kita, ngobrol sama bapak! Jangan banyak habiskan waktu buat mikirin yang belum jelas, mending sekolah dulu yang bener. Ingat, dulu kamu ijin pindah buat sekolah, bukan cari pacar atau suami,” lanjutnya.
Kenapa mayoritas kalimat negatif dan masuk akal semua...?
     Untukku sendiri aku memilih opsi utama, agama juga pengaplikasiannya. Untukku ataupun untuknya, karena aku sendiri telah jatuh hati pada agama ini, meski terbilang lambat memahami dan terlambat memulainya.
            Itulah   komentar-komentar mereka. Kamu pasti protes, Yang  ngejalanin kan kamu, bukan mereka? Mendengar berbagai pendapat, tidak lantas aku mudah berubah. Bohong, apabila selama ini aku tidak memiliki rasa apa-apa. Waktu yang telah menjawabnya. Tadi sebagai cermin diri. Untukmu juga. Bagaimana denganmu? Bagaimana dengan keluargamu? Bukankah pertalian otomatis mempertemukan dua keluarga besar? Ahh, sudah banyak lika-liku yang telah kami jalani. Dipandang sebelah mata pun sudah menjadi biasa. Bagaimanapun aku tetap mencintai mereka. Dan kamu? Aku bertanya.
            Tadi pendapat sepihak. Sejujurnya, aku tak pernah permasalahkan kau berasal dari warna apa, sakit apa. Toh, semua itu bagian dari kenyataan kehidupan. Tidur, makan, nikah, mati,  semua orang  jalani. Keluar dari percakapan di atas aku terbiasa berpikir dan hidup bebas. Lagipula, lagi-lagi mereka mengembalikan semua padaku. Hanya saja yang giat aku pikirkan adalah kamu. Aku masih meragukan kebebasan yang kamu miliki. Ucapan dan adanya kamu selama ini.

By  : Ghumaisa - view my complete profile
November 23, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar